Skip to main content

Wajar, manusia.

     "Beberapa pucuk perlu dipatahkan, agar muncul terubusan tunas-tunas baru".

     Seseorang perlu merasakan pahitnya kekalahan, agar nikmat dalam merasakan kemenangan. Tuhan sengaja membuat hidup naik turun, agar kita merasakan jelasnya perbedaan dibawah dengan apa yang diatas. Menderita adalah jalan terbaik untuk menuju kesuksesan. Tiada kesusesan yang dapat diraih dengan kesenangan belaka, dengan berleha.
     Melalui cobaan yang dihadirkan tuhan, barulah kita bisa melihat kekuatan penuh yang kita miliki. Waktu itu, kita berjuang mati-matian. Selebihnya tuhan yang akan menyelesaikan.
     Begitulah kira-kira.
     Kita boleh patah, semangat tak boleh kalah. Titil terendah, adalah titik terbaik untuk meninggi. Karena yang maha tinggi, meminta kita mendekat dengan-Nya dengan menunduk.
     Kita tahu kehidupan seperti roda yang berputar, tetapi kita sering lupa akan hal itu. Benar-benar lupa, atau berlaga sok lupa. Yaa manusia, bisanya mengeluh saja. Mengeluh ketika berada dalam keadaan yang tuhan ingin mendekat kepadanya.
     Anehnya, seringkali manusia bahkan mengaku masalahnya sangat berat, tak sanggup memikulnya kemudian menyalahkan tuhan.
     Pernah begitu? Pernah dong pastinya. Yaa wajar yaa manusia.
     Coba selami kalimat berikut ini. " setiap manusia pasti memiliki masalah, yang ketika kita tahu masalah mereka, kita tidak akan mau menukarkan masalah kita dengan masalah mereka" ~iqbalhape
     Ada seseorang yang kelihatan biasa-biasa saja, tetapi masalahnya lebih besar dari masalah yang kita keluhkan.
     Kesemua itu adalah bagimana kita membangun pondasi syukur dalam hidup. Syukur melapangkan, ngeluh menyempitkan.
   

Comments

Popular posts from this blog

Buku Hijau

Untukmu saksi bisu. Denganmu garis-garis perjuangan ku ukirkan. Denganmu bait-bait cinta kurangkaikan. Denganmu segala sendu kusampaikan. Dan denganmu jutaan semangat ku hamburkan. Kau hanya diam tersenyum melihatku menulis diatasmu. Kaulah sahabat sebenar-benar sahabat. Tidak khianat. Sekarang tetaplah bisu. Tapi nanti setelah aku mati. Ceritakanlah sejarah juang dan mimpi-mimpiku pada manusia dan semesta. Karena aku hanyalah manusia egois yang ingin jiwaku tetap hidup, walau raga telah tiada. Sahabat, kau akan menjadi pemantik perubahan dunia. Terima kasih sahabatku, setia selalu. Walau kita terpisah oleh dimensi ruang dan waktu. ~dorelefendi

Kesadaran

     Hanya ada suara adzan di masjid ketika kami melakukan kunjungan ke salah satu rumah sakit di sudut kota. Mungkin karena malam, sehingga tempat ini tidak begitu ramai akan suara. Langkah kaki bergesek ke lantai terdengar, sesekali terdengar juga suara orang-orang yang melintas menghiasi perjalanan kami menuju ruangan B1, bagian rawat inap.      Sama seperti rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Raden Mat Taher yang ada di Kota Jambi ini termasuk rumah sakit yang menghadirkan suasana mencekam. Bagiku rumah sakit selalu mencekam, terutama tentang kesedihannya. Orang-orang yang biasa bersama dengan tawa, kini mesti berlarut dengan kesedihan karena penyakit. Bahkan tidak sedikit yang mesti mendatangkan tangisan penuh kesedihan karena kematian.      Sebelum menaiki tangga menuju lantai dua, aku sempat meliihat seorang anak muda yang tidak sanggup lagi berjalan. Ia didorong diatas kursi roda bertangkaikan infus di samping kanannya. Tatapannya kosong. Sayang sekali rasanya, umur semu