Hari-hari
dimana kesibukan organisasi melanda ditengah tuntutan kuliah dan pekerjaan
dalam menafkahi diri sendiri terasa sangat dinikmati. Dalam artian saya sadar bahwasannya saya bertanggung jawab
sepenuhnya atas hidup dan pilihan hidup yang telah saya pilih diatas
pilihan-pilihan yang lain. Kesadaran yang membuat saya selalu kuat, tidak
boleh berhenti di tengah jalan yang kadang hujan dan panas terik ini. Di sisi
lain, saya tidak boleh menyalahkan orang lain terhadap setiap detail keadaan
dalam kehidupan saya ini. Biarkan saya menikmatinya, biarkan.
Tuhan
mengatur semuanya, tuhan menentukan, kita yang menjalankan. Sehingga kita hanya
perlu berjalan dan bergerak untuk setiap capaian-capaian yang kita inginkan. Kita
tidak boleh berhenti, dan berdiam dalam kurun waktu yang cukup lama.
Tuhan
itu menunjuki setiap langkah kita. Membisikkan ke hati, bahwa semua akan
baik-baik saja. Pilihan yang semulanya adalah berat menjadi ringan dengan
jalan-Nya. Mempermudah setiap gerakan langkah, semudah daun berguguran ke
tanah. Ia permudah dengan mempertemukanku dengan orang-orang hebat, sehingga
aku harus banyak belajar bersama mereka. Ia permudah dengan mempertmukanku
dengan orang-orang keras kepala, sehingga aku belajar untuk berkomunikasi
dengan baik dan mengatur emosi. Ia permudah dengan mempertemukanku di setiap
kesulitan, agar aku belajar tentang bertahan. Ia pertemukan aku dengan konflik
agar aku senantiasa tabah, sabar dan mendewasakan diri lewat semua yang
terjadi.
Sore
minggu aku tak sempat pulang kerumah dikarenakan ada beberapa agenda yang
memang selesai diwaktu matahari pergi. Sehingga aku memutuskan untuk ke kos
sahabatku. Berpikir untuk mengerjakan tuntutan kuliah, berupa tugas yang tak
berkesudahan. Ya begitulah kuliah, dengan selalu memikirkan tugas, sehingga
kita terlalu fokus terhadapnya dan menjadikan kita sebagai pengelola sikap
apatis terhadap permasahan yang terjadi di dunia yang real. Mengerjakan tugas
dengan peralatan seadanya dengan meminjam ke padli. Perlahan ditulis dan
dikerjakan, walaupun sebenarnya tidak tahu mau mengerjakan apa. Karena pada
prinsipnya, dengan memulai mengerjakan maka kita telah memulai sedikit
menyelesaikan. Setelah semuanya selesai dan kamipun istirahat dari perkara
dunia yang penuh ketidakmengertian ini.
Senin
pagi kami bergegas ke kampus, dengan perlatan seadanya, karena memang aku belum
sempat pulang. Sehingga ke kampus aku meminjam baju padli. Dengan modal
pinjaman pulpen, kertas dan baju, aku berusaha selalu bahagia dan semangat
dalam perkuliahan ini. Walaupun sempat terpikir tiba-tiba bahwa hari ini adalah
hari yang buruk bagiku. Dan sugesti itu meracuni pikiranku. Dan aku berusaha
mengabaikannya. Setelah perkuliahan selesai, kami kembali ke kos padli dan
beristirahat disana, kali ini andika juga ikut bersama.
Percakapan
dimulai tentang suatu pernyataan dari padli yang menyatakan bahwa setiap
hipnotis adalah ilmu hitam. Kubantah itu dengan maengatakan bahwa tidak semua
hipnotis itu tentang ilmu hitam, tetapi pokok intinya adalah tentang sugesti,
dan permainan kata-kata. Bukan padli namanya kalau tidak membantah. Padli dafiska
terkenal sebagai seseorang yang keras kepala, seseorang yang mengaku selalu
tahu tentang semua hal. Sehingga setiap pembicaraan dengannya hanya sedikit
yang tak berlangsung dengan perdebatan. Hari ini perdebatan berlangsung dengan
durasi agak lama dari biasanya, dan juga nada kesal keluar dari mulutku,
perdebatan juga dihiasi dengan intonasi yang agak tinggi. Sungguh perkcakapan
kali ini sangat menjengkelkan. Akhirnya aku diam dan berhenti dengan semua itu,
sehingga dia pun diam dan tertidur sendiri di tempatnya. Mood hancur, suasana
hati rusak dan pikiran tak menentu. Dan aku berusaha menenangkan diri dengan
bermain hp.
Sore,
aku pulang dan berpisah dengan andika. Andika dengan ucapan perhatian khas nya,
“hati-hati sahabat” menjadi kata-kata terkahir andika kepadaku hari itu. di
perjalanan pulang suatu insiden pun terjadi, aku melupakan kata-kata andika,
aku sangat tidak berhati-hati yakni dengan bermain hp melihat beberapa pesan
penting di WA ku. Tidak lama kemudian, suara tabrakan terdengar dari bagian
belakang motorku dan aku melihat seorang wanita terlempar ke selokan di pinggir
jalan. Dia langsung kelihatan sangat emosi kepadaku. Aku langsung meminta maaf
kepadanya. Sekitar lima belas menit disana dan aku mengakui kesalahan dengan
siap bertanggung jawab atas semua yang terjadi. Iya akhirnya memaafkanku dengan
sedikit luka di tangannya.
Mungkin
karena sugesti di pagi hari bahwa hari ini adalah hari yang buruk dan sial,
maka sesuau yang burukpun terjadi.
Kejadian
itu adalah tamparan yang sangat membangkitkan ku. Aku terlalu laut dalam
kesibukan, kekesalan dan kebahagiaan dunia, yang mebuatku lupa akan yang maha
kuasa. Aku langsung ke masjid dan melaksanakan shalat. Setelah itu, aku duduk
sendiri di kursi panjang sebuah fakultas dikampusku. Terdiam, merenung,
menikmati kesunyian kampus. Orang bijak pernah berkata “Merenung itu adalah
nikmat”. Ya, aku sangat menikmati renungan ini, membangkitkan nostalgiaku
tentang seluruh kejadian yang kusimpan dalam memori jangka panjangku hari ini. Ternyata
aku keliru dalam memahami hidup tentang perkuliahan dan menarik kesimpulan
bahwa kuliah itu nomor dua, dan organisasi tidak dapat di nomor tiga kan. Sedangkan
nomor satu adalah ibadah.
Terkadang
kita sering melupakan nomor satu itu untuk mengejar sesuatu yang lain, yang
sejatinya sesuatu yang lain adalah kebahagiaan yang akan menjelma menjadi suatu
kesedihan.
Nulis agi yoo, ditunggu👍
ReplyDeleteMaa syaa allah. Siyap 😊
Delete