Skip to main content

Gelang Anti Pacet


Liburan kali ini terasa sangat berkesan. Perjalanan empat hari menelusuri pelosok kerinci dengan judul "Ekspedisi 5 Danau". Berawal dari danau lingkat, dilanjutkan danau nyalo, danau duo, danau kecik dan berakhir di danau kaco.

Kali ini kami ditemani oleh kawan-kawan pecinta alam dari kerinci. Ada bang boncel dari MAPALA IAIN Kerinci, yaa bang boncel, katanya sih kepanjangannya "Bocah celaka" hehe, cuma nama lapangan kok. juga bang feby dan bang randy dari KPA Telaga Biru. 
Hidup adalah perjalanan, kita akan mendapat banyak pelajaran ketika kita banyak berjalan, dari sinilah kita tahu bahwa kita memang-memang sedang hidup dalam relung kehidupan.

Perjalanan yang sarat akan makna, dengan tingkah konyol anggota sepanjang perjalanan membuat perjalanan itu terasa berdurasi hanya beberapa jam saja. Yang paling berkesan itu ketika di danau duo, bang boncel menyuruh kami memakaikan tali plastik hitam sebagai gelang, alasannya sih agar terhindar dari pacet. Beliau kelihatan sangat serius, "begitulah mitos disini" tegasnya. Tanpa pikir panjang, kami langsung ikut perintah itu, seperti bawahan mengerjakan perintah atasan. 
Tiba-tiba bang boncel, bang randy dan bang feby tertawa terbahak-bahak. Melihat kami mengikuti perintahnya. Aku tiba-tiba merenung, dan barulah sadar, kenapa aku sebodoh ini. Mengikuti perintah yang sangat tidak ilmiah. Duhh, mahasiswa semester empat seperti ini. Haha. Suasana tiba-tiba ramai sekali, karena kawan-kawan Anggota muda dan anggota yang lain pun sadar bahwa itu hanya lelucon.

Kemudian aku mengambil buku dan pena yang ada di ransel, pena langsung menari merekam kejadian tadi, mengabadikan kegilaan bang boncel tadi pada lembar-lembar kertas buku yang selalu menemani setiap perjalanan ini. Kutulis langsung kisah ini, di tepi danau itu. Hasil pelajaran di kelas semesta, mata kuliah "pengalaman dari perjalanan" dengan dosen bang boncel. 
Aku berharap kelak dengan kisah bahagia, sedih maupun konyol akan menjadi inspirasi untuk dunia walau aku telah tiada.

Karena sejatinya anak tangga paling tinggi dari literasi adalah inspirasi.

Jika kita menulis hanya untuk dikenal oleh banyak orang dan dipuji oleh dunia, maka dapat dipastikan kita baru menapaki langkah pada anak tangga yang pertama. sedangkan puncak dari literasi berada di anak tanngga yang kerseratus, artinya kita akan berproses sebanyak sembilan puluh sembilan anak tangga lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Buku Hijau

Untukmu saksi bisu. Denganmu garis-garis perjuangan ku ukirkan. Denganmu bait-bait cinta kurangkaikan. Denganmu segala sendu kusampaikan. Dan denganmu jutaan semangat ku hamburkan. Kau hanya diam tersenyum melihatku menulis diatasmu. Kaulah sahabat sebenar-benar sahabat. Tidak khianat. Sekarang tetaplah bisu. Tapi nanti setelah aku mati. Ceritakanlah sejarah juang dan mimpi-mimpiku pada manusia dan semesta. Karena aku hanyalah manusia egois yang ingin jiwaku tetap hidup, walau raga telah tiada. Sahabat, kau akan menjadi pemantik perubahan dunia. Terima kasih sahabatku, setia selalu. Walau kita terpisah oleh dimensi ruang dan waktu. ~dorelefendi

Kesadaran

     Hanya ada suara adzan di masjid ketika kami melakukan kunjungan ke salah satu rumah sakit di sudut kota. Mungkin karena malam, sehingga tempat ini tidak begitu ramai akan suara. Langkah kaki bergesek ke lantai terdengar, sesekali terdengar juga suara orang-orang yang melintas menghiasi perjalanan kami menuju ruangan B1, bagian rawat inap.      Sama seperti rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Raden Mat Taher yang ada di Kota Jambi ini termasuk rumah sakit yang menghadirkan suasana mencekam. Bagiku rumah sakit selalu mencekam, terutama tentang kesedihannya. Orang-orang yang biasa bersama dengan tawa, kini mesti berlarut dengan kesedihan karena penyakit. Bahkan tidak sedikit yang mesti mendatangkan tangisan penuh kesedihan karena kematian.      Sebelum menaiki tangga menuju lantai dua, aku sempat meliihat seorang anak muda yang tidak sanggup lagi berjalan. Ia didorong diatas kursi roda bertangkaikan infus di samping kanannya. Tatapannya kosong. Sayang sekali rasanya, umur semu