Skip to main content

Cinta dan permusuhan.

     Sepertinya kita mesti banyak berlapang dengan hati. Membukanya perlahan, agar kelihatan apa yang di sekeliling. Mata hati. Namanya juga mata, tidak punya kemampuan meliahat apa yang jauh. Yang terhalang oleh kabut tebal yang menutupi perbukitan di luar sana. Mata semestinya kita gunakan untuk melihat apa yang ada di sekeliling kita. Ya, sekeliling. Artinya dekat. Kita terlalu sering memaksakan untuk melihat sesuatu yang besar, hingga mata kita tertutupi.
     Perlahan kita gunakan mata kita untuk menikmati hal-hal sederhana yang terjadi di sekitar. Hal-hal kecil yang sebelumnya hanya kita anggap sebagai sesuatu yang tidak perlu dilihat, sehingga kita hanya menggunakan sebelah mata untuk melihatnya. Lebih dalam lagi, kita tidak berniat membuka mata hati untuk melihat yang sederhana.
     Sekarang kita bisa mencobanya. Coba sisihkan waktu untuk melihat orang-orang yang sering bersama kita setiap hari. Dengan hal-hal sederhana yang mereka berikan. Entah itu sekadar senyuman, sapaan selamat pagi, atau dengan bantuan yang mereka hadirkan setiap hari. Artinya, orang-orang yang kontinyu dengan hal-hal sederhana itulah mereka yang benar-benar cinta yang engkau butuhkan. Belajarlah untuk mencintai cinta itu sendiri. Maka kau akan abadi dalam kebahagiaan.
     Kadang  tidak jarang kita melakukan hal sebaliknya. Membesar-besarkan permasalahan yang tidak sengaja oleh mereka. Kita lebih mengutamakan menebar kebencian serta dendam kepada orang-orang yang kita anggap musuh. Tidak seharusnya kita seperti itu. Sebesar apapun permasalahan yang dihadirkan, cobalah untuk mengalah. Mengerti akan situasi dan kondisi. Buang jauh-jauh permusuhan dan kebencian. Kau akan merasakan nikmatnya bahagia.
     Seperti yang dikatakan oleh syeikh badiuzzaman said nursi. "Yang layak untuk dicintai adalah cinta itu sendiri, dan yang layak untuk dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri"



Comments

Popular posts from this blog

Buku Hijau

Untukmu saksi bisu. Denganmu garis-garis perjuangan ku ukirkan. Denganmu bait-bait cinta kurangkaikan. Denganmu segala sendu kusampaikan. Dan denganmu jutaan semangat ku hamburkan. Kau hanya diam tersenyum melihatku menulis diatasmu. Kaulah sahabat sebenar-benar sahabat. Tidak khianat. Sekarang tetaplah bisu. Tapi nanti setelah aku mati. Ceritakanlah sejarah juang dan mimpi-mimpiku pada manusia dan semesta. Karena aku hanyalah manusia egois yang ingin jiwaku tetap hidup, walau raga telah tiada. Sahabat, kau akan menjadi pemantik perubahan dunia. Terima kasih sahabatku, setia selalu. Walau kita terpisah oleh dimensi ruang dan waktu. ~dorelefendi

Kesadaran

     Hanya ada suara adzan di masjid ketika kami melakukan kunjungan ke salah satu rumah sakit di sudut kota. Mungkin karena malam, sehingga tempat ini tidak begitu ramai akan suara. Langkah kaki bergesek ke lantai terdengar, sesekali terdengar juga suara orang-orang yang melintas menghiasi perjalanan kami menuju ruangan B1, bagian rawat inap.      Sama seperti rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Raden Mat Taher yang ada di Kota Jambi ini termasuk rumah sakit yang menghadirkan suasana mencekam. Bagiku rumah sakit selalu mencekam, terutama tentang kesedihannya. Orang-orang yang biasa bersama dengan tawa, kini mesti berlarut dengan kesedihan karena penyakit. Bahkan tidak sedikit yang mesti mendatangkan tangisan penuh kesedihan karena kematian.      Sebelum menaiki tangga menuju lantai dua, aku sempat meliihat seorang anak muda yang tidak sanggup lagi berjalan. Ia didorong diatas kursi roda bertangkaikan infus di samping kanannya. Tatapannya kosong. Sayang sekali rasanya, umur semu