Hari ini aku telah menghabiskan kurang lebih tiga jam di depan laptop. Membuka media untuk menuliskan sebuah cerita. Alhasil, aku tidak menemukan kisah yang akan aku ceritakan hari ini. Jenuh rasanya di sebuah tempat ngopi terbaik yang ada di sudut kabupaten, aku kemudian berniat pulang ke kontrakan.
Sendirian di motor, menjadikan aku hanya berbicara kepada diriku sendiri. Menyelami apa-apa yang telah aku lakukan seharian. Sibuk-sibuk tentang cerita, aku mencoba membuka diri tentang hidupku ini. Akhirnya aku bisa berdamai dengan diriku sendiri. Nostalgia menjadikan aku menyadari bahwa aku akan menjadi pencerita, setidaknya kepada diriku sendiri. Hal itu membuatku sadar, apa-apa yang aku lakukan akan menjadi cerita panjang hingga akhir hayat. Iya, artinya aku bercerita setiap hari penuh dalam hidupku.
Setiap hari bercerita menjadikan kita sadar bahwa kita mesti menjalani hidup ini dengan penuh makna. Karena kita sadar bahwa apa yang kita lakukan akan diceritakan, maka tidak mungkin apa yang menjadi cerita kita adalah cerita-cerita keburukan kita. Hari-hari yang kita arungi mestinya menjadi rangkaian cerita indah. Karena jika tidak, orang lainlah yang akan bercerita tentang kita, syukur-syukur cerita tentang kebaikan kita, yang ditakutkan adalah cerita keburukan yang diumbar ke khalayak.
Semua yang kita jalani akan kita ceritakan. Karena kita sejatinya adalah pencerita. Apa-apa yang melekat dengan kita, akan bercerita dengan sendirinya. Pengalaman-pengalaman serta sejarah hidup akan bercerita tentang kita di dunia. Sedangkan di kehidupan yang sesungguhnya anggota tubuh kita yang akan bercerita kepada sebaik-baiknya pendengar yang ada;Tuhan.
Tangan akan bercerita tentang apa yang kita genggam dan rangkul hari ini. Kaki akan bercerita tentang jejak yang kita tinggalkan hari ini. Mata akan bercerita tentang apa yang melintas di depannya hari ini. Begitu pula dengan mulut, ia akan bercerita tentang kata-kata hari ini. Semua organ tubuh kita bercerita.
Jangan sampai suatu saat kita bercerita tentang keburukan kita sendiri.
Sudahkah kita bersiap untuk segudang cerita kebaikan ? Mari tanyakan kedalam diri kita masing-masing.
Sendirian di motor, menjadikan aku hanya berbicara kepada diriku sendiri. Menyelami apa-apa yang telah aku lakukan seharian. Sibuk-sibuk tentang cerita, aku mencoba membuka diri tentang hidupku ini. Akhirnya aku bisa berdamai dengan diriku sendiri. Nostalgia menjadikan aku menyadari bahwa aku akan menjadi pencerita, setidaknya kepada diriku sendiri. Hal itu membuatku sadar, apa-apa yang aku lakukan akan menjadi cerita panjang hingga akhir hayat. Iya, artinya aku bercerita setiap hari penuh dalam hidupku.
Setiap hari bercerita menjadikan kita sadar bahwa kita mesti menjalani hidup ini dengan penuh makna. Karena kita sadar bahwa apa yang kita lakukan akan diceritakan, maka tidak mungkin apa yang menjadi cerita kita adalah cerita-cerita keburukan kita. Hari-hari yang kita arungi mestinya menjadi rangkaian cerita indah. Karena jika tidak, orang lainlah yang akan bercerita tentang kita, syukur-syukur cerita tentang kebaikan kita, yang ditakutkan adalah cerita keburukan yang diumbar ke khalayak.
Semua yang kita jalani akan kita ceritakan. Karena kita sejatinya adalah pencerita. Apa-apa yang melekat dengan kita, akan bercerita dengan sendirinya. Pengalaman-pengalaman serta sejarah hidup akan bercerita tentang kita di dunia. Sedangkan di kehidupan yang sesungguhnya anggota tubuh kita yang akan bercerita kepada sebaik-baiknya pendengar yang ada;Tuhan.
Tangan akan bercerita tentang apa yang kita genggam dan rangkul hari ini. Kaki akan bercerita tentang jejak yang kita tinggalkan hari ini. Mata akan bercerita tentang apa yang melintas di depannya hari ini. Begitu pula dengan mulut, ia akan bercerita tentang kata-kata hari ini. Semua organ tubuh kita bercerita.
Jangan sampai suatu saat kita bercerita tentang keburukan kita sendiri.
Sudahkah kita bersiap untuk segudang cerita kebaikan ? Mari tanyakan kedalam diri kita masing-masing.
Comments
Post a Comment