Skip to main content

Dialog Diam Bersama Semesta.

Hujan baru saja reda setelah sekian tahun berjatuhan.
Menyisakan genangan pertanyaan di aspal yang berlubang.

Tiada lagi bunyi hujan lebat yang mengalahkan suara semesta dari penjuru lain.
Hujan bukanlah suara satu-satunya yang dimiliki semesta.

Kulirik langit, langit berkata lembut tentang kedamaian kepadaku.
Sebaliknya, didepan ada kota yang berbicara dengan nada tak menentu.
Mobil dengan knalpot racing berteriak keangkuhan dengan pekikan mengalahkan tangis sang sepeda yang berjuang lebih keras dengan kayuhannya.

Tiba-tiba hening.
Ketika pepohonan hidup berdampingan dengan sejuknya.

Aku tetap melempar pertanyaan dengan mulut tertutup kepada semesta.
Semesta mendengarnya.

Dijawab dengan suara pancarona
Tentang bahagia, diperlihatkannya aku dengan mereka yang penuh dengan cinta.
Tentang perjuangan, diperlihatkannya aku dengan ibu-ibu yang tetap berjualan sambil menggendong anaknya.
Tentang kesedihan, diperlihatkannya aku dengan nenek tua ringkih yang mendorong kursi rodanya sendiri.

Dialog paling bersuara adalah dialog dalam diam.


Comments

Popular posts from this blog

Buku Hijau

Untukmu saksi bisu. Denganmu garis-garis perjuangan ku ukirkan. Denganmu bait-bait cinta kurangkaikan. Denganmu segala sendu kusampaikan. Dan denganmu jutaan semangat ku hamburkan. Kau hanya diam tersenyum melihatku menulis diatasmu. Kaulah sahabat sebenar-benar sahabat. Tidak khianat. Sekarang tetaplah bisu. Tapi nanti setelah aku mati. Ceritakanlah sejarah juang dan mimpi-mimpiku pada manusia dan semesta. Karena aku hanyalah manusia egois yang ingin jiwaku tetap hidup, walau raga telah tiada. Sahabat, kau akan menjadi pemantik perubahan dunia. Terima kasih sahabatku, setia selalu. Walau kita terpisah oleh dimensi ruang dan waktu. ~dorelefendi

Kesadaran

     Hanya ada suara adzan di masjid ketika kami melakukan kunjungan ke salah satu rumah sakit di sudut kota. Mungkin karena malam, sehingga tempat ini tidak begitu ramai akan suara. Langkah kaki bergesek ke lantai terdengar, sesekali terdengar juga suara orang-orang yang melintas menghiasi perjalanan kami menuju ruangan B1, bagian rawat inap.      Sama seperti rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Raden Mat Taher yang ada di Kota Jambi ini termasuk rumah sakit yang menghadirkan suasana mencekam. Bagiku rumah sakit selalu mencekam, terutama tentang kesedihannya. Orang-orang yang biasa bersama dengan tawa, kini mesti berlarut dengan kesedihan karena penyakit. Bahkan tidak sedikit yang mesti mendatangkan tangisan penuh kesedihan karena kematian.      Sebelum menaiki tangga menuju lantai dua, aku sempat meliihat seorang anak muda yang tidak sanggup lagi berjalan. Ia didorong diatas kursi roda bertangkaikan infus di samping kanannya. Tatapannya kosong. Sayang sekali rasanya, umur semu