Skip to main content

Daun, Hujan dan Awan.


"Kita adalah satu individu, dua dimensi. Ketika kita memberi kebaikan untuk orang lain, artinya kita sedang menebar benih kebaikan untuk diri kita sendiri
~Dorel efendi"

Mega kelihatan sangat cerah hari ini, memantulkan cahaya mentari menyinari diri ini yang sedang bertanya-tanya dalam hati.

"Kenapa kita harus berbuat kebaikan ?"

Pertanyaan coba kuterbangkan ke awan, awan tiada menjawab. Dia perlahan pergi dihembus angin.

Aku kemudian menengadah melihat daun yang rimbun. Ku coba bertanya pada daun, daun diam tak memberi jawaban.

Aku yang sedang duduk di halte fakultas, bertanya pada beberapa orang anak manusia yang ada di sebeleh. Tak ada jawaban yang bisa memuaskan hati ini.

Siang telah pergi, sore datang mengganti didampingi hujan lebat dan angin kencang. Kurasa awan sedang marah mengenai pertanyaanku siang tadi. Ketika reda, kulihat dia tak lagi seputih siang tadi. Sekarang agak kelam, menjatuhkan hujan. Kulihat juga daun jatuh berguguran.

Aku masih tak menemukan jawaban. kubawa pulang bersama malam. Semoga dapat terjawab dalam mimpi.

Pagi telah tiba, surya kencana datang menyapa, jawaban tak kunjung tiba. Aku berangkat ke kampus, kulihat awan sudah kembali semula. "Mungkin dia menjatuhkan hujan untuk menghidupkan bumi, dengan bumi hidup, ternyata langit juga menjadi hidup". Kulihat daun jatuh, "mungkin dia rela jatuh untuk terdekomposisi, kemudian menjadi pupuk untuk pohon tempat dia bertangkai, agar daun baru dapat tumbuh dengan subur"

Ternyata begini cara tuhan menjawab pertanyaan ku siang kemaren. "Berkorbanlah dalam memberi, walau mengorbankan kebaikan diri, ingat !, kebaikan pasti berbalas kebaikan". 

Comments

  1. Keren bang.. Bumi mengajarkan Bagaimana Kebaikan Itu Bekerja😇Awesome.. Fighting,Hopefully can produce more inspiring writing💪

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Masyarakat Adat Kemantan ; Berbenah Dari Musibah.

Tak terasa kami sudah memasuki tiga minggu terakhir dalam menjalani PKL ini. Artinya, sudah memasuki minggu ke enam kami belajar langsung tentang praktik pengelolaan hutan di tingkat tapak yang dilakukan oleh KPH. Sesuai jadwal, minggu ke enam adalah jadwal kami untuk melihat potensi ekowisata yang ada dalam kawasan KPHP Kerinci. Pada hari ini, tanggal 28 Juli 2020, jadwal kami adalah melihat potensi ekowisata yang ada di Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan. saya tidak begitu tahu banyak perihal hutan adat yang ada di kemantan ini. setelah saya coba cari tahu di internet, saya takjub karena ternyata hutan adat yang ada di kemantan ini merupakan hutan adat pertama yang ada di indoensia yang di sahkan oleh menteri LHK pada tahun 2016.  Saya bersama teman-teman yang lain, disambut baik oleh ketua adat tigo luhah kemantan di rumahnya. setelah berbincang sebentar dan mengisi buku tamu, kami bergegas untuk melakukan perjalanan menuju air terjun yang ada di dalam hutan adat. perjalanan ini, ka...

Buku Hijau

Untukmu saksi bisu. Denganmu garis-garis perjuangan ku ukirkan. Denganmu bait-bait cinta kurangkaikan. Denganmu segala sendu kusampaikan. Dan denganmu jutaan semangat ku hamburkan. Kau hanya diam tersenyum melihatku menulis diatasmu. Kaulah sahabat sebenar-benar sahabat. Tidak khianat. Sekarang tetaplah bisu. Tapi nanti setelah aku mati. Ceritakanlah sejarah juang dan mimpi-mimpiku pada manusia dan semesta. Karena aku hanyalah manusia egois yang ingin jiwaku tetap hidup, walau raga telah tiada. Sahabat, kau akan menjadi pemantik perubahan dunia. Terima kasih sahabatku, setia selalu. Walau kita terpisah oleh dimensi ruang dan waktu. ~dorelefendi

Kesadaran

     Hanya ada suara adzan di masjid ketika kami melakukan kunjungan ke salah satu rumah sakit di sudut kota. Mungkin karena malam, sehingga tempat ini tidak begitu ramai akan suara. Langkah kaki bergesek ke lantai terdengar, sesekali terdengar juga suara orang-orang yang melintas menghiasi perjalanan kami menuju ruangan B1, bagian rawat inap.      Sama seperti rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Raden Mat Taher yang ada di Kota Jambi ini termasuk rumah sakit yang menghadirkan suasana mencekam. Bagiku rumah sakit selalu mencekam, terutama tentang kesedihannya. Orang-orang yang biasa bersama dengan tawa, kini mesti berlarut dengan kesedihan karena penyakit. Bahkan tidak sedikit yang mesti mendatangkan tangisan penuh kesedihan karena kematian.      Sebelum menaiki tangga menuju lantai dua, aku sempat meliihat seorang anak muda yang tidak sanggup lagi berjalan. Ia didorong diatas kursi roda bertangkaikan infus di samping kanannya. Tatapan...